Korupsi Fasilitas Kredit LPEI Dengan Kerugian Negara Rp. 1,7 Triliun, Dananya Dipakai Untuk Judi Online

Posted by : Media Global Indonesia News August 28, 2025 Category : Berita Investigasi
Dok, Foto: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Hendarto selaku Pemilik PT Sakti Mait Jaya Langit (PT SMJL) dan PT Mega Alam Sejahtera (PT MAS) sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pembiayaan di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) pada Kamis (28/8/2025)

Media Global Indonesia News.com – Jakarta, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa negara rugi hingga Rp. 1,7 triliun akibat kasus korupsi fasilitas kredit dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) ke PT Sakti Mait Jaya Langit (PT SMJL) dan PT Mega Alam Sejahtera (PT MAS).

“Berdasarkan penghitungan awal oleh penyidik, perkara ini diduga telah merugikan keuangan negara mencapai Rp. 1,7 triliun,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (28/8/2025).

Dalam proses penyidikan, KPK juga telah menyita aset berupa uang tunai, tanah bangunan, kendaraan bermotor, perhiasan, tas mewah, dan barang mewah lainnya.

KPK telah menetapkan Hendarto selaku pemilik PT SMJL dan PT MAS sebagai tersangka baru dalam perkara ini. Asep mengungkapkan bahwa kasus korupsi ini bermula saat PT SMJL dan PT MAP ingin mendapatkan pencairan fasilitas kredit dari LPEI.

Hendarto bertemu dengan Kukuh Wirawan selaku Kadiv Pembiayaan I LPEI dan Dwi Wahyudi selaku Direktur Pelaksana I LPEI untuk membahas dan memuluskan proses pencairan fasilitas kredit oleh LPEI.

Permohonan tersebut ditanggapi positif oleh Saudara DW (Dwi) yang selanjutnya memerintahkan Saudara KW (Kukuh untuk memproses pemberian pembiayaan melalui pengkondisian pengajuan Memorandum Analisis Pembiayaan (MAP) atas perusahaan milik Saudara HD (Hendarto)” ujarnya.

Kemudian, PT SMJL dan PT MAS mendapatkan fasilitas kredit dari LPEI berupa Kredit Investasi Ekspor (KIE) dan Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE).

Rinciannya, pada periode Oktober 2014 hingga Oktober 2015, PT SMJL mendapatkan fasilitas KIE sebanyak dua kali dengan total mencapai Rp. 950 miliar untuk refinancing kebun kelapa sawit dengan luas lahan inti sekitar 13.075 Ha di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, dengan jangka waktu 9 tahun sejak 25 November 2014 hingga 25 Oktober 2023.

Sementara, PT SMJL mendapat KMKE senilai Rp115 miliar, yang diperuntukkan untuk refinancing kebun kelapa sawit milik PT SMJL.

Kemudian, untuk PT MAS, pada April 2015, mendapat fasilitas dari LPEI sebesar USD 50 juta (sekitar Rp670 miliar – berdasarkan kurs dollar di tahun 2015). Asep mengatakan, Hendarto tetap mengajukan permohonan fasilitas kredit untuk kedua perusahaannya.

Padahal, lahan sawit PT SMJL berada di kawasan hutan lindung yang tidak mengantongi izin dan Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU). “Bahwa dalam pemberian fasilitas pembiayaan kepada PT SMJL diketahui adanya niat jahat (mens rea), baik dari pihak debitur maupun dari pihak kreditur,” ujarnya.

Di sisi lain, LPEI memproses dan menyetujui MAP untuk PT SMJL, padahal isi dari MAP tersebut sengaja mengabaikan ketentuan dan prinsip-prinsip pembiayaan yang telah diatur dalam peraturan LPEI.

“Sementara PT MAS, diketahui tidak layak mendapat pembiayaan sebesar USD 50 juta karena terjadi eksposur dana besar-besaran kepada grup PT BJU pada saat harga batu bara sedang mengalami penurunan yang berpotensi ketidakmampuan membayar kewajiban pinjaman,” katanya.

KPK juga mengungkapkan bahwa Hendarto menggunakan dana LPEI itu untuk bermain judi online, membeli aset, hingga kebutuhan keluarga.

“Ini ironis, seharusnya uang itu digunakan untuk mendorong ekonomi komoditas di negara kita, ini salah satunya malah digunakan untuk judi, itu berdasarkan keterangannya dan informasi yang kami terima hampir Rp 150 miliar untuk judi tersebut,” kata Asep.

Hendarto disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Hendarto ditahan selama 20 hari ke depan mulai 28 Agustus sampai dengan 16 September 2025 di Rutan KPK Gedung Merah Putih.

KPK sebelumnya telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh LPEI pada Maret 2025 lalu, yakni Dwi Wahyudi dan Arif Setiawan selaku Direktur Pelaksana LPEI;

Kemudian, Jimmy Masrin selaku pemilik PT Petro Energy, Newin Nugroho selaku Direktur Utama PT Petro Energy, dan Susy Mira Dewi selaku Direktur Keuangan PT Petro Energy.

Mereka disangka melakukan perbuatan melawan hukum sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar 60 juta dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 900 miliar.

(R/ MGIN)

RELATED POSTS