PT Harita Group Diduga Melakukan Kejahatan dan Daya Rusak Lingkungan Di Pulau Obi

Posted by : Media Global Indonesia News May 26, 2025 Category : Berita Interpretatif , Berita Investigasi
Dok, Photo: Operasi PT Harita Group di Pulau Obi. (sumber JATAM)

Media Global Indonesia News – Jakarta, Harita Group merupakan perusahaan raksasa di Indonesia, yang bisnisnya bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam besar-besaran mencakup pertambangan nikel, batu bara, bauksit, hingga perkebunan sawit dan industri perkayuan.

Di Maluku Utara, dugaan jejak kejahatan PT. Harita Group menjalankan bisnis pertambangan nikel dengan mengkeruk isi perut Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan.

Berdasarkan catatan jejak kejahatan dan potret daya rusak PT. Harita Group yang dilansir di situs Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menyebutkan,  penghancuran daratan dan wilayah laut Pulau Obi, telah terjadi sejak 2010 atau lima belas tahun lalu lewat operasi pertambangan nikel.

Menurut Jatam, kehadiran pabrik pengolahan nikel di Kawasi, sebuah desa tertua di Pulau Obi dengan luas mencapai sekitar 286 km2 yang dihuni oleh 1.118 jiwa, terbukti hanya membawa perangkap kemiskinan baru bagi masyarakat.

Masyarakat Kawasi yang semula hidup sejahtera dari hasil kebun dan melaut, kini dihadapkan dengan berbagai ancaman keselamatan hidupnya. Mulai dari ancaman terhadap penurunan penghasilan akibat perampasan ruang produksi ekonomi, ancaman terhadap ruang pangan daratan dan laut, hingga ancaman perampasan ruang untuk membangun kehidupan melalui relokasi.

Pengusiran Paksa

Jatam menyebutkan, pada 2017-2018, Harita melakukan pengusiran paksa penduduk Kawasi untuk mendukung kegiatan pertambangan, pembangunan smelter nikel, dan infrastruktur lainnya oleh PT Trimegah Bangun Persada (TBP), yang merupakan bagian dari Harita Group.

Perusahaan ini kerap menggunakan strategi yang curang, dengan melakukan penerobosan terlebih dahulu sebelum memulai negosiasi. Taktik semacam ini tidak hanya menyebabkan kerugian bagi warga, tetapi juga membatasi pilihan mereka untuk mempertahankan tanah yang telah dihancurkan dan dikelilingi oleh aktivitas pertambangan.

Selain itu, perusahaan mengklaim lahan yang diambil secara paksa tersebut adalah milik negara, meskipun warga telah menguasai lahan tersebut selama puluhan tahun dan bahkan membayar pajak atasnya. Warga yang digusur, dibuat tak memiliki pilihan selain bersepakat untuk pindah ke perumahan Eco Village yang dikelola oleh perusahaan.

Eco Village ini terletak sekitar lima kilometer di selatan Kawasi. Pemerintah Halmahera Selatan dan pihak perusahaan mengklaim relokasi warga tersebut dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama, dengan klaim 60% masyarakat mendukung upaya tersebut. Kesepakatan tersebut tertera dalam MoU yang ditandatangani antara Pjs Kepala Desa Kawasi dan masyarakat setempat.

Bagi warga yang bersikukuh menolak relokasi, akan dihadapkan pada intimidasi yang Perusahaan berdalih pemindahan warga dilakukan karena terlalu dekat dengan pabrik dan berada di zona rawan gempa.

Ironisnya, pemerintah setempat justru berpihak pada perusahaan. Untuk melegitimasi relokasi, alasan lain yang kerap dilontarkan adalah lingkungan Kawasi kumuh, tidak teratur, penuh dengan sampah, tidak sehat, dan sering terjadi konflik. Namun, warga menolak alasan-alasan tersebut yang terkesan mengada-ada.

Selama ratusan tahun, warga Kawasi hidup secara damai dan teratur, berdampingan harmonis dengan lingkungannya. Justru aktivitas pertambangan yang mengubah wajah Kawasi menjadi kumuh, penuh dengan hamburan sampah, menciptakan polusi udara, dan mengancam keselamatan mereka.

Relokasi warga Kawasi ke Eco Village merupakan bentuk pengusiran paksa yang dapat disebut sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Relokasi ini bukan sekadar memindahkan rumah, melainkan juga mencabut komunitas warga dari kampung halaman mereka yang kaya akan nilai budaya dan historis. Tanah, kebun, dan laut yang menjadi ruang hidup mereka juga ikut terenggut dalam proses tersebut.

Pencemaran dan Privatisasi Air

Jatam Menegaskan, jejak kotor Harita terlihat jelas lewat pencemaran laut sebagai ruang produksi ekonomi nelayan di Kawasi, Pulau Obi. Limbah dari eksplorasi perusahaan yang melimpas ke badan-badan sungai hingga menuju laut, tak hanya membawa sedimentasi atau endapan tanah.

Dalam setiap tanah tersebut terkandung logam-logam berat yang mengontaminasi perairan, ditambah dengan limbah dari alat berat yang dipakai untuk mengeruk isi bumi. Seluruh proses tersebut tak hanya mengubah perairan yang semula jernih menjadi keruh, tetapi juga mencemarinya dengan kontaminan logam berat yang bersifat karsinogenik. Sumber air warga Kawasi pun hampir seluruhnya tercemar akibat sedimentasi ore nikel dari operasi perusahaan.

Sementara itu, mengutip investigasi The Guardian, satu-satunya sumber air bersih warga yang tersisa telah tercemar senyawa Cr6 atau kromium heksavalen yang bersifat karsinogenik, dengan jumlah melampaui ambang batas aman menurut WHO dan Kementerian Kesehatan.

Warga yang sebelumnya dimanjakan oleh alam dengan sumber air bersih yang berlimpah-ruah, kini harus membeli air isi ulang untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari. Namun, celakanya, warga yang tidak mampu membeli air isi ulang terpaksa menggantungkan pemenuhan kebutuhan air bersih pada sumber satu-satunya yang telah tercemar. Pencemaran logam berat di air laut turut mempengaruhi fisiologi ikan-ikan di perairan Pulau Obi.

Rantai makanan menjadi terkontaminasi logam berat yang terakumulasi pada hewan renik di perairan yang merupakan sumber pangan bagi ikan dan berbagai jenis makhluk lainnya di pesisir. Ini mendatangkan ancaman bagi warga Obi yang menjadikan ikan sebagai sumber pangan. Kontaminasi logam berat pada rantai makanan, membawa risiko kesehatan jangka panjang bagi warga.

Merujuk pada penelitian yang dilakukan Muhammad Aris dalam jurnal “Heavy Metal (Ni, Fe) Concentration in Water and Histopathological of Marine Fish, in the Obi Island, Indonesia” (2020)12, polusi logam berat di perairan pulau Obi terakumulasi dalam fisiologi ikan-ikan. Logam yang mengkontaminasi perairan laut bisa dimakan plankton, lalu plankton dimakan ikan kecil dan ikan besar.

Penelitian yang dilakukan Muhammad Aris juga menunjukkan, setidaknya ada 12 jenis biota laut yang diduga tercemar logam berat akibat penambangan nikel. Di antaranya, kima (Tridacna), kerapu sunu (Plectropomus leopardus), kakap batu (Lutjanus griseus), kakap kalur (Lutjanus sp), dan kakap merah (Lutjanus campechanus), lencam (Lethrinidae), kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus), mata bulan (Megalops cyprinoides), tongkol (Euthynnus affinis), selar atau tude (Selaroides leptolepis), bai, dan kuwe (C.Ignobilis).

Seolah tak cukup dengan merampas hak warga Kawasi atas perairan yang bersih dan sehat sebagai ruang produksi, ruang pangan, serta sumber air bersih, perusahaan kini mengokupasi ruang laut dengan memprivatisasi pengelolaannya.

Berdasarkan laporan JATAM 2023, terdapat lebih dari 900 kasus ISPA yang berpotensi mematikan di antara sekitar 4.000 penduduk Kawasi pada tahun 2020. Lebih dari separuh kasus dilaporkan itu terjadi pada bayi baru lahir atau balita berusia empat tahun ke bawah.

Di media massa, terdapat pengakuan dari petugas kesehatan di Polindes Kawasi bahwa ISPA merupakan penyakit teratas yang mendera warga, yang menguatkan temuan JATAM. Tercatat ada 124 bayi berusia 0-1 tahun yang mendatangi Polindes sejak Januari hingga Desember 2021 dengan persoalan ISPA. Balita umur 1-5 tahun yang tercatat mengidap ISPA sebanyak 283 individu, menyusul berikutnya adalah kelompok usia 20-44 tahun sebanyak 179 individu.

Trend penyakit ISPA yang meningkat ini diduga disebabkan aktivitas perusahaan, salah satunya terkait penggunaan PLTU batubara untuk peleburan bijih nikel berteknologi RKEF (rotary kiln electric furnace) yang dioperasikan PT Megah Surya Pertiwi, dengan empat jalur produksi yang menghasilkan feronikel berkadar 10-12% Ni, berkapasitas 240.000 ton per tahun. Lima PLTU batu bara yang dipakai perusahaan berkapasitas 1×150 MW dan 4×350 MW.

Semua fasilitas pabrik ini berdekatan dengan Desa Kawasi. Selain mencemari udara, debu batu bara yang mengandung berbagai senyawa logam berat, termasuk merkuri, juga mencemari ruang perairan. Ini diperburuk dengan senyawa logam berat lainnya yang datang dari aktivitas industri berat seperti smelter nikel yang memadati Kawasi.

Laporan investigasi The Guardian menunjukkan satu-satunya sumber air bersih warga yang tersisa telah terkontaminasi Cr6 atau kromium heksavalen, senyawa karsinogenik yang berasal dari aktivitas industri berat, dengan nilai melampaui ambang batas yang ditetapkan aman oleh WHO dan pemerintah Indonesia.

Temuan The Guardian menunjukkan nilai Cr6 pada air sampel sebesar 60 bagian per miliar (ppb). Sedangkan Tingkat kontaminan maksimum yang diizinkan oleh peraturan perundangan-undangan di Indonesia adalah 50 ppb. Paparan Cr6 yang intens dalam jangka panjang meningkatkan risiko seseorang terkena kanker perut dan hati.

Perampasan atas air bersih juga mendatangkan persoalan bagi bayi, balita, dan anak-anak. Dinas Kesehatan Halmahera Selatan mencatat sejak Januari hingga awal Maret 2023, terdapat 520 kasus diare di Obi, beberapa di antaranya menyebabkan kematian. Diare yang terjadi di Obi, tak lepas dari masalah air bersih di wilayah operasi pertambangan.

Pusaran Korupsi

Jatam juga mengugkapkan, pusaran korupsi Petinggi Harita bernama Stevi Thomas, terbukti secara sah menyuap mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba sebesar US$ 60 ribu atau setara dengan Rp 990 juta. Suap diberikan sebagai pemulus agar AGK mempermudah urusan rekomendasi dan perizinan yang menjadi kewenangan AGK sebagai gubernur.

Selain itu, Lim Hariyanto sebagai pengendali utama Harita, pernah berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan kasus korupsi izin pertambangan yang dilakukan oleh Aswad Sulaiman, Bupati Konawe Utara periode 2007-2009 dan 2011-2016, yang merugikan keuangan negara mencapai Rp 2,7 triliun. Hal ini menunjukkan secara jelas bahwa Harita bukan perusahaan yang bersih dan bertanggung jawab. Bahkan perusahaan ini tak ragu melakukan praktik penyuapan untuk memuluskan segala agenda bisnisnya.

(R/MGIN)

RELATED POSTS