

Media Global Indonesia News.com – Jakarta, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menghormati proses hukum yang dijalankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengusut dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk periode 2020-2023.
Hal itu disampaikan Misbakhun saat menanggapi temuan KPK soal dugaan mayoritas anggota Komisi XI DPR RI mendapatkan dana CSR dari BI dan OJK.
“Kami menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan ditetapkan KPK terkait program sosial Bank Indonesia, di mana sudah ditetapkan orang-orang tersangka. Terima kasih,” ujar Misbakhun melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Jumat (8/8/2025).
Namun, Misbakhun enggan berkomentar lebih jauh mengenai temuan informasi yang didapatkan dan akan didalami oleh KPK.
Dia juga tak menjawab saat ditanya soal kemungkinan dia dan para anggota Komisi XI akan membantu memberikan informasi terkait dana CSR BI dan OJK, jika nantinya dibutuhkan oleh KPK.
Diberitakan sebelumnya, KPK mendalami dugaan bahwa mayoritas anggota Komisi XI DPR menerima dana CSR dari BI dan OJK untuk periode 2020-2023.
Materi tersebut didalami KPK bermula dari pengakuan anggota DPR Satori yang ditetapkan sebagai tersangka dalam penyelewengan dana CSR BI-OJK pada Kamis (7/8/2025).
“Bahwa menurut pengakuan ST (Satori), sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga menerima dana bantuan sosial tersebut. KPK akan mendalami keterangan ST tersebut,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (7/8/2025).
Dalam kasus ini, KPK menduga Satori (Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Nasdem) menerima uang senilai Rp12,52 miliar. Rinciannya, sejumlah Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan program sosial BI, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, serta Rp1,04 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya.
Dari seluruh uang yang diterima, Satori diduga melakukan pencucian uang dengan menggunakannya untuk keperluan pribadi. “Seperti deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, serta pembelian aset lainnya,” ujar Asep.
KPK menduga Satori melakukan rekayasa transaksi perbankan dengan meminta salah satu bank daerah untuk menyamarkan penempatan deposito serta pencairannya agar tidak teridentifikasi di rekening koran.
Atas perbuatannya, Satori disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Politikus Partai Nasdem ini juga dikenakan pasal sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Selain Satori, KPK juga menetapkan anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan dalam perkara ini.
(R/ MGIN)
